BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Pola
Asuh Orangtua
1.
Pengertian
Pola Asuh Orangtua
Pola asuh dapat
didefinisikan berdasarkan masing-masing kata yaitu pola adalah bentuk, corak
dan ragam suatu benda atau objek tertentu (Departemen Pendidikan RI. KBBI) dan
asuh adalah perihal mendidik, mengasuh. Dengan demikian pola asuh berarti
bentuk atau ragam cara mengasuh dan mendidik ragam cara mengasuh anak. Menurut
Abdullah Nasih Ulwan terbagi atas 5 bentuk yaitu pendidikan dengan keteladanan,
pendidikan dengan adat kebiasaan, pendidikan dengan nasihat, pendidikan dengan
memberikan perhatian dan pendidikan dengan memberikan hukuman.
Berdasarkan
pendapat di atas maka dipahami ada lima bentuk pola asuh orangtua. Pola asuh
orangtua ini akan sangat mempengaruhi perkembangan jiwa seseorang, hal ini
sebagaimana dikemukakan oleh Syaiful Bahri Djamarah bahwa “baik tidaknya
keteladanan yang diberikan dan bagaimana kebiasaan hidup orangtua sehari-hari
dalam keluarga akan mempengaruhi jiwa anak. Keteladanan dan kebiasaan yang
orangtua tampilkan dalam bersikap dan berprilaku tidak terlepas dari perhatian
dan pengamatan anak”.
Pendidikan yang
diberikan oleh orangtua ini memiliki corak masing-masing yang sesuai dengan
pola asuh yang diterapkan dalam keluarga tersebut.
Menurut Syaiful
Bahri Djamarah bahwa :
Pola asuh orangtua bersentuhan
langsung dengan masalah tipe kepemimpinan orangtua dalam keluarga. Tipe
kepemimpinan itu pula yang melahirkan bermacam-macam sikap dan prilaku
seseorang dalam memimpin kelompoknya. Karenanya, cara-cara kepemimpinan yang
berlainan yang ditunjukkan oleh seorang pemimpin mempunyai akibat-akibat
berlainan terhadap interaksi kelompok.
Dalam berbagai etnik keluarga, kepemimpinan orangtua
yang biasanya muncul sering berlainan. Cara mengasuh orangtua dalam keluarga
dibedakan menjadi 3 yaitu :
a.
Pola asuh demokratis
Yaitu pola asuh yang menampilkan pemimpin atau
orangtua yang mendorong dan membantu anggota keluarga untuk membicarakan dan
memutuskan semua kebijakan. Jadi maksudnya di sini adalah orangtua selalu
memprioritaskan kepentingan anak akan tetapi tidak terlepas dari pengendalian
dan pengawasan mereka.
b. Pola
asuh otoriter
Yaitu pola asuh yang ditandai dengan keputusan dan
kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin orangtua. Jadi maksudnya di
sini bahwa orangtua cenderung memaksakan kehendak pada anaknya, apa yang di
perintah harus dilakukan oleh anak dan biasanya dibarengi dengan
ancaman-ancaman.
c. Pola
asuh Laissez Faire
Yaitu pola asuh yang memberikan kebebasan penuh
kepada anak untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi orangtua
yang minimal.
Sedangkan menurut Anne Ahira bahwa :
Dalam sebuah keluarga anak adalah calon
generasi penerus yang harus dirawat dan dijaga sebaik mungkin. Pribadi seorang
anak akan sangat dipengaruhi oleh pola asuh keluarga yang diberikan sejak dini.
Karena itulah, orangtua harus berhati-hati dalam memberikan pendidikan apapun
terhadap anak-anak.
2. Tanggung Jawab Orangtua Terhadap
Anak
Orangtua dengan pola pengasuhan yang diterapkan pada
dasarnya berhubungan dengan pelaksanaan tanggung jawab pendidikan kepada
anak-anaknya. Tanggung jawab orangtua terhadap anaknya tampil dalam bentuk yang
bermacam-macam. Menurut Djamarah (2004 : 28) bahwa :
Secara
garis besar maka tanggung jawab orangtua terhadap anaknya adalah bergembira
menyambut kelahiran anak, memberi nama yang baik, memperlakukan dengan lemah
lembut dan kasih sayang, menanamkan rasa cinta sesama anak, memberikan
pendidikan akhlak, menanamkan akidah tauhid, melatih anak mengerjakan shalat,
berlaku adil, memperhatikan teman anak, menghormati anak, memberikan hiburan,
mencegah perbuatan bebas, menjauhkan anak dari hal-hal porno, menempatkan pada
lingkungan yang baik dan mendidik bertetangga dan bermasyarakat.
Menurut Abdullah Nashih Ulwan dalam Djamarah (2004
:29) membagi tanggung jawab orangtua dalam mendidik yaitu :
a.
Pendidikan ilmiah
b.
Pendidikan moral
c.
Pendidikan fisik
d.
Pendidikan rasio/ akal
e.
Pendidikan kejiwaan
f.
Pendidikan sosial
g.
Pendidikan seksual
Sedangkan Ramayulis membagi aspek pendidikan
tersebut kepada enam aspek yaitu :
a.
Pendidikan jasmani dan rohani
b.
Pendidikan emosi
c.
Pendidikan akal
d.
Pendidikan akhlak
e.
Pendidikan sosial agama
f.
Pendidikan keimanan
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa
orangtua harus memberikan pendidikan keimanan, akhlak ibadah, jasmani,
intelektual, sosial, seksual dan ibadah kepada anak-anaknya.
Keseluruhan aspek tersebut merupakan tanggung jawab
orangtua dalam upaya membantu anak-anak mengembangkan berbagai potensi yang
dimilikinya, sehingga dapat tumbuh menjadi orang dewasa yang berima, berilmu
pengetahuan, berakhlak mulia, bertanggung jawab terhadap diri sendiri, dan
masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, bentuk tanggung jawab yang akan diberikan
orangtua kepada aspek-aspek pendidikan ini adalah :
a.
Aspek Pendidikan Keimanan
Aspek pendidikan keimanan adalah aspek yang
fundamental dalam pendidikan Islam. Keimanan merupakan pilar utama yang harus
ditanamkan orangtua pada anaknya, karena akan menjadi pedoman oleh anak sampai
ia dewasa.
b.
Aspek Pendidikan Akhlak
Dalam Islam, akhlak merupakan salah satu aspek agama
yang penting dan tidak bisa dipisahkan dari aspek keimanan, karena keutamaan
akhlak, perangai dan tabiat merupakan salah satu buah dari iman. Oleh sebab
itu, dalam pendidikan Islam, aspek pendidikan akhlak merupakan aspek pendidikan
yang penting. Demikian pentingnya akhlak ini, maka Islam menganjurkan kepada
orangtua untuk menanamkan nilai-nilai akhlak dalam pelaksanaan pendidikan dalam
keluarga.
c.
Aspek Pendidikan Jasmani
Di antara aspek pendidikan yang harus diperhatikan
oleh orangtua adalah aspek pendidikan fisik atau jasmani. Pada dasarnya
pendidikan ini bertujuan agar anak-anak tumbuh dewasa dengan kondisi fisik yang
kuat, sehat, bergairah dan bersemangat.
d.
Aspek Pendidikan Intelektual (akal)
Akal adalah dimensi yang membedakan antara manusia
dengan makhluk Allah SWT yang lain. Menurut Daradjat (1994 : 5) “Manusia
memahami, mengamati, berpikir dan belajar, serta dengan akal itu manusia
merencanakan berbagai kegiatan besar dan kecil, serta memecahkan berbagai
masalah”.
e.
Aspek Pendidian Sosial
Kata sosial atau masyarakat berarti tempat atau
wadah pergaulan hidup manusia yang perwujudannya berupa kelompok atau
organisasi, yakni individu manusia yang saling berhubungan secara timbal balik.
Pendidikan sosial ini melibatkan bimbingan terhadap
tingkah laku sosial, ekonomi dan politik dalam rangka akidah Islam yang betul
dan ajaran-ajaran dan hukum-hukum agama yang dapat meningkatkan iman, takwa,
takut kepada Allah dan mengerjakan ajaran-ajaran agamanya yang mendorong kepada
produksi, menghargai waktu, jujur, ikhlas dalam perbuatan, adil, kasih sayang,
ihsan, mementingkan orang lain, tolong menolong, setia kawan, menjaga
kemaslahatan umum, dan cinta tanah air.
3.
Faktor
yang Mempengaruhi Akhlak
Segala tindakan dan perbuatan manusia yang memiliki corak berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Pada dasarnya mertupakan akibat adanya pengaruh dari
dalam diri manusia naluri(insting) dan aspek warotsah motivasi yang disuplai
dari luar dirinya, seperti millie dan pendidikan (Zaharuddin dan Sinaga, 2004 :
93). Adapun faktor yang memepengaruhi
dan memotivasi akhlak antara lain sebagai berikut :
a.
Insting
(naluri)
Aneka corak refleksi sikap0, tindakan dan perbuatan manusia dimotivasi
oleh potensi kehendak yang dimonitori oleh
insting sesesorang. Insting merupakan tabiat yang dibawa manusia sejak
lahir.
b.
Adat atau
kebiasaan
Adat atau kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang
dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi
kebiasaan seperti berpakaian, makan tidur, olahraga dan sebagainya. Perbuatan
yang telah menjadi adat kebiasaan, tidak cukup hanya berulang-ulang saja,
tetapi disertai kesukaan dan kecendrungan hati terhadapnya. Orang yang sedang
sakit, rajin berobat, minum obat, mematuhi aturan dokter, tidak bisa dikatakan
adat kebiasaan, sebab dengan begitu dia mengharap sakitnya lekas sembuh.
Apabila dia telah sembuh, dia tidak akan berobat lagi kepada dokter.
c.
Wirotsah
(keturunan)
Pembicaraan istilah wirotsah berhubungan dengan waktu keturunan. Dalam
hal ini secara langsung maupun tidak langsung, sangat mempengaruhi perkembangan
jiwa seseorang. Sedangkan menurut aliran empirisme seperti yang dikatakan oleh
luck dalam teori tabularasa, bahwa perkembangan jiwa anak itu mutlak ditentukan
oleh pendidikan atau lingkungannya. Timbullah teori konvergensi yang bersifat
kompromi atas kedua teori tersebut, bahwa ‘dasar’ dan ‘ajar’ secara
bersama-sama membuna perkembangan jiwa manusia. Dua anak kembar dosekolahkan
bersama-sama ternyata kepandaiannya berbeda.