BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BEKALANG
Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah
keniscayaan yang ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah
sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman
masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia
juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang
merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada
didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal
tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan
kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan,
pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan
dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok sukubangsa dan masyarakat di
Indonesia yang berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga
mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga
menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Kemudian juga
berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesia turut mendukung
perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga memcerminkan kebudayaan agama
tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat
keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja
keanekaragaman budaya kelompok sukubangsa namun juga keanekaragaman budaya
dalam konteks peradaban, tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan.
Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat
dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya. Indonesia
mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan bervariasi. Dan tak kalah
pentingnya, secara sosial budaya dan politik masyarakat Indonesia mempunyai
jalinan sejarah dinamika interaksi antar kebudayaan yang dirangkai sejak dulu.
Interaksi antar kebudayaan dijalin tidak hanya meliputi antar kelompok
sukubangsa yang berbeda, namun juga meliputi antar peradaban yang ada di dunia.
Labuhnya kapal-kapal Portugis di Banten pada abad pertengahan misalnya telah
membuka diri Indonesia pada lingkup pergaulan dunia internasional pada saat
itu. Hubungan antar pedagang gujarat dan pesisir jawa juga memberikan arti yang
penting dalam membangun interaksi antar peradaban yang ada di Indonesia.
Singgungan-singgungan peradaban ini pada dasarnya telah membangun daya elasitas
bangsa Indonesia dalam berinteraksi dengan perbedaan. Disisi yang lain bangsa
Indonesia juga mampu menelisik dan mengembangkan budaya lokal ditengah-tengah
singgungan antar peradaban itu.
Keanekaragaman masyarakat dan sosial budaya Indonesia
merupakan sebuah potensi kekayaan yang harus dioptimalkan sehingga terasa
manfaatnya. Oleh karena itu, potensi tersebut perlu diwujudkan menjadi kekuatan
riil sehingga mampu menjawab berbagai tantangan kekinian yang ditunjukkan
dengan melemahnya ketahanan budaya yang berimplikasi pada menurunnya kebanggaan
nasional. Untuk itu, sinergi segenap komponen bangsa dalam melanjutkan
pembangunan karakter bangsa (national and character building) yang sudah
dimulai sejak awal kemerdekaan perlu terus diperkuat sehingga memperkuat jati
diri bangsa dan mampu membentuk bangsa yang berkarakter, maju, dan berdaya
saing. Seiring dengan menguatnya persaingan arus lokal dan global dalam
internalisasi nilai-nilai baru, ketahanan budaya juga perlu semakin diperkuat
sehingga memiliki kemampuan untuk menumbuhsuburkan internalisasi berbagai nilai
lokal dan global yang positif dan produktif. Oleh sebab itu, upaya pengembangan
kebudayaan diarahkan pada tujuan universal peradaban.
Nilai luhur yang senantiasa harus ditanamkan dalam
masyarakat majemuk seperti Indonesia adalah kesetaraan dalam perbedaan.
Sekalipun terdiri lebih dari 500 suku bangsa yang memiliki corak kebudayaan
masing-masing, setiap suku bangsa dengan kekayaan budayanya memiliki
kesetaraan. Tidak ada nilai budaya yang lebih tinggi ketimbang nilai budaya
lainnya, demikian juga sebaliknya, tidak ada budaya yang lebih rendah.Pengakuan
terhadap perbedaan dalam kesetaraan, baik secara individual maupun kelompok,
dalam kerangka kebudayaan inilah yang menjadi dasar tumbuhnya demokrasi secara
lebih mengakar.
Heterogenitas
kekayaan budaya negara bangsa Indonesia yang direkatkan dalam semboyan Bhinneka
Tunggal Ika, diyakini merupakan fondasi nasionalisme kebangsaan Indonesia
melalui sikap untuk bersatu di antara seluruh warga bangsa. Dengan kata lain,
kekayaan budaya pun dapat bertindak sebagai faktor pemersatu yang memang
sifatnya majemuk dan dinamis.Keanekaragaman budaya Indonesia dapat digambarkan
sebagai sebuah mozaik yang sangat besar, terdiri atas semua kebudayaan dari
masyarakat-masyarakat yang menjadi komponen bangsa Indonesia. Sebuah corak budaya dari berbagai daerah yang menyatu
dalam mozaik besar bernama kebudayaan Indonesia. Tidak ada kebudayaan Indonesia
bila bukan terbentuk dari kebudayaan-kebudayaan masyarakat yang menjadi bagian
dari masyarakat bangsa Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah nilai keberagaman itu sangat penting?
2.
Apakah permasalahan yang dihadapi dalam keanekaragaman budaya dan kesetaran
sosial budaya dalam masyarakat?
3.
Bagaimana peranan pemerintah menjaga keanekaragaman budaya?
4.
Bagaimana peran mahasiswa dalam kebudayan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Nilai keberagaman
Tidak dapat dipungkiri, di samping merupakan potensi
yang memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, keanekaragaman suku bangsa dan
budaya di Indonesia dapat pula menjadi potensi bernuansa kesukuan. Konflik
bernuansa kesukuan ini muncul apabila fanatisme suku bangsa tertentu bertemu
dengan kepentingan-kepentingan lain sehingga memicu konflik horizontal.Konflik
semacam ini muncul apabila terjadi salah pengertian di dalam komunikasi
antarsuku bangsa. Sebuah persoalan sosial biasa bisa memicu sentimen suku
bangsa tertentu apabila para pelaku yang sedang berbeda pendapat tersebut
ditarik berdasarkan jati diri yang sudah dibawa sejak lahir, yaitu berasal dari
suku bangsa tertentu.
Sentimen inilah
yang akan membangkitkan solidaritas suku bangsa apabila masyarakat dibutakan
dari persoalan dasar yang dihadapi kedua pihak sehingga yang muncul di
permukaan adalah konflik antarsuku bangsa.Dalam rangka meredam konflik
bernuansa suku bangsa, penanaman nilai-nilai perbedaan dalam kesetaraan
merupakan langkah penting di masa yang akan datang. Identitas suku bangsa merupakan jati diri yang tidak
dapat ditawar-tawar lagi. Karena, seseorang dilahirkan ke dunia, tidak bisa
memilih untuk dilahirkan dalam suku bangsa tertentu. Oleh karena itu, jati diri
suku bangsa dan budaya yang dimiliki seseorang sejak lahir harus dipahami
sebagai perbedaan yang setara dalam masyarakat majemuk bangsa Indonesia.
Penanaman nilai-nilai perbedaan dalam kesetaraan
sangat penting dilakukan pada generasi muda yang akan menjadi tulang punggung
keberlangsungan negara bangsa Indonesia. Terlahir dari suku bangsa tertentu
tidak boleh membuat seorang warga bangsa merasa menjadi warga negara kelas dua.
Penanaman itu dapat dimulai dari kelompok kecil bernama keluarga. Penghargaan
terhadap sesama manusia 'apa pun suku bangsanya' harus menjadi nilai luhur yang
dipedomani seluruh anggota masyarakat.Selain penanaman nilai-nilai budaya lokal
kepada generasi muda, pemahaman akan perbedaan dalam kesetaraan masyarakat
dunia pun tidak kalah pentingnya ditanamkan pada generasi muda saat ini. Arus
informasi yang hampir tak dapat dibendung lagi membuat batas antarnegara
menjadi virtual.
Apa yang terjadi di belahan dunia lain dapat diketahui
masyarakat di belahan dunia lainnya hanya dalam hitungan detik. Generasi muda
merupakan salah satu komponen bangsa yang sangat mudah mengakses informasi baik
dari media cetak, elektronik, internet, ataupun sumber informasi lainnya. Oleh
karena itu, sebagai warga bangsa yang juga memperoleh referensi informasi dari
belahan bumi lainnya, pemahaman terhadap kemajemukan sebuah bangsa perlu
senantiasa dilakukan dengan berbagai cara.Apabila pemahaman konsep
multikultural di dalam negeri, yaitu pemahaman atas perbedaan dalam kesetaraan,
belum tuntas dilakukan, dikhawatirkan generasi muda akan mengalami kegamangan
budaya apabila generasi muda tidak memperoleh penanaman nilai budaya Indonesia
sejak dini.
Di sinilah peran penting pemerintah dan pemerintah
daerah untuk memfasilitasi penanaman nilai-nilai budaya lokal dalam konteks
Negara Kesatuan Republik Indonesia agar tokoh masyarakat, tokoh partai, ataupun
lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dapat menyampaikan
penanaman nilai-nilai kemajemukan dalam persatuan ini kepada generasi
muda.Pemerintah daerah memiliki kewajiban melestarikan nilai sosial budaya
seperti diatur dalam Pasal 22 huruf m Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah.
Pasal tersebut menyatakan, dalam menyelenggarakan
otonomi, daerah berkewajiban (huruf m) melestarikan nilai sosial budaya. Amanat
undang-undang ini dapat diartikan bahwa kesempatan terbuka luas baik bagi
seluruh komponen bangsa di tingkat pusat maupun daerah untuk turut serta
memajukan budaya nasional di tengah pergolakan peradaban global.
B. Permasalahan
yang Dihadapi
Pembangunan
dalam bidang kebudayaan sampai saat ini masih menghadapi beberapa permasalahan
sebagai akibat dari berbagai perubahan tatanan kehidupan, termasuk tatanan
sosial budaya yang berdampak pada terjadinya pergeseran nilai-nilai di dalam
kehidupan masyarakat. Meskipun pembangunan dalam bidang kebudayaan yang dilakukan
melalui revitalisasi dan reaktualisasi nilai budaya dan pranata sosial
kemasyarakatan telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan yang ditandai
dengan berkembangnya pemahaman terhadap pentingnya kesadaran multikultural dan
menurunnya eskalasi konflik horizontal yang marak pascareformasi, secara umum
masih dihadapi permasalahan, antara lain (1) rendahnya apresiasi dan kecintaan
terhadap budaya dan produk dalam negeri; (2) semakin pudarnya nilai-nilai
solidaritas sosial, keramahtamahan sosial dan rasa cinta tanah air yang pernah
dianggap sebagai kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa Indonesia, serta
semakin menguatnya nilai-nilai materialisme; dan (3) belum memadainya kemampuan
bangsa dalam mengelola keragaman budaya.
Beberapa hasil yang sudah dicapai belum sepenuhnya
sesuai dengan harapan karena masih rentannya soliditas budaya dan pranata
sosial yang ada di dalam masyarakat sehingga potensi konflik belum sepenuhnya
dapat diatasi. Hal itu diperberat dengan munculnya kecenderungan penguatan orientasi
primordial, seperti kelompok, etnis, dan agama yang berpotensi memperlemah
keharmonisan bangsa. Interaksi budaya yang semakin terbuka melahirkan
persaingan terbuka antara nilai lokal dan global sehingga terjadi ketegangan
dalam merespons berbagai isu mutakhir, seperti demokratisasi,
liberalisasi, hak asasi manusia, kesetaraan gender,
dan lingkungan hidup. Hal itu menunjukkan masih lemahnya sikap dan daya kritis
sebagian besar masyarakat yang mengakibatkan kurangnya kemampuan masyarakat
dalam menyeleksi nilai dan budaya global sehingga terjadi pengikisan
nilai-nilai budaya nasional yang positif. Dengan demikian, pengembangan
kebudayaan nasional dituntut untuk memiliki ketangguhan dalam merespons dan
mensintesiskan persaingan nilai lokal dan global secara bijaksana dan berdaya
guna. Selanjutnya, terkait dengan etos untuk memperkuat daya saing, masalah
yang mendasar adalah berkurangnya kebanggaan sebagai bangsa sehingga berdampak
pada rendahnya kepercayaan diri bangsa yang berujung pada melemahnya modal sosial
dan daya saing bangsa. Di sisi lain, kurangnya pemahaman, apresiasi, dan
komitmen pemerintah daerah di era otonomi daerah berakibat pada belum
optimalnya kegiatan pelestarian kekayaan budaya, di samping terbatasnya
kemampuan pemerintah daerah dalam pengelolaan kekayaan budaya, baik kemampuan
fiskal maupun manajerial.
C. Peran pemerintah: penjaga keanekaragaman
Sesungguhnya peran pemerintah dalam konteks menjaga
keanekaragaman kebudayaan adalah sangat penting. Dalam konteks ini pemerintah
berfungsi sebagai pengayom dan pelindung bagi warganya, sekaligus sebagai
penjaga tata hubungan interaksi antar kelompok-kelompok kebudayaan yang ada di
Indonesia. Namun sayangnya pemerintah yang kita anggap sebagai pengayom dan
pelindung, dilain sisi ternyata tidak mampu untuk memberikan ruang yang cukup
bagi semua kelompok-kelompok yang hidup di Indonesia. Misalnya bagaimana
pemerintah dulunya tidak memberikan ruang bagi kelompok-kelompok sukubangsa
asli minoritas untuk berkembang sesuai dengan kebudayaannya. Kebudayaan-kebudayaan
yang berkembang sesuai dengan sukubangsa ternyata tidak dianggap serius oleh
pemerintah. Kebudayaan-kebudayaan kelompok sukubangsa minoritas tersebut telah
tergantikan oleh kebudayaan daerah dominant setempat, sehingga membuat
kebudayaan kelompok sukubangsa asli minoritas menjadi tersingkir. Contoh lain
yang cukup menonjol adalah bagaimana misalnya karya-karya seni hasil kebudayaan
dulunya dipandang dalam prespektif kepentingan pemerintah. Pemerintah
menentukan baik buruknya suatu produk kebudayaan berdasarkan kepentingannya.
Implikasi yang kuat dari politik kebudayaan yang dilakukan pada masa lalu (masa
Orde Baru) adalah penyeragaman kebudayaan untuk menjadi “Indonesia”. Dalam
artian bukan menghargai perbedaan yang tumbuh dan berkembang secara natural,
namun dimatikan sedemikian rupa untuk menjadi sama dengan identitas kebudayaan
yang disebut sebagai ”kebudayaan nasional Indonesia”. Dalam konteks ini proses
penyeragaman kebudayaan kemudian menyebabkan kebudayaan yang berkembang di
masyarakat, termasuk didalamnya kebudayaan kelompok sukubangsa asli dan
kelompok marginal, menjadi terbelakang dan tersudut. Seperti misalnya dengan
penyeragaman bentuk birokrasi yang ada ditingkat desa untuk semua daerah di
Indonesia sesuai dengan bentuk desa yang ada di Jawa sehingga menyebabkan
hilangnya otoritas adat yang ada dalam kebudayaan daerah.
Tidak dipungkiri
proses peminggiran kebudayaan kelompok yang terjadi diatas tidak lepas dengan
konsep yang disebut sebagai kebudayaan nasional, dimana ini juga berkaitan
dengan arah politik kebudayaan nasional ketika itu. Keberadaan kebudayaan
nasional sesungguhnya adalah suatu konsep yang sifatnya umum dan biasa ada
dalam konteks sejarah negara modern dimana ia digunakan oleh negara untuk
memperkuat rasa kebersamaan masyarakatnya yang beragam dan berasal dari latar
belakang kebudayaan yang berbeda. Akan tetapi dalam perjalanannya, pemerintah kemudian memperkuat
batas-batas kebudayaan nasionalnya dengan menggunakan kekuatan-kekuatan
politik, ekonomi, dan militer yang dimilikinya. Keadaan ini terjadi berkaitan
dengan gagasan yang melihat bahwa usaha-usaha untuk membentuk suatu kebudayaan
nasional adalah juga suatu upaya untuk mencari letigimasi ideologi demi
memantapkan peran pemerintah dihadapan warganya. Tidak mengherankan kemudian,
jika yang nampak dipermukaan adalah gejala bagaimana pemerintah menggunakan
segala daya upaya kekuatan politik dan pendekatan kekuasaannya untuk
”mematikan” kebudayaan-kebudayaan local yang ada didaerah atau
kelompok-kelompok pinggiran, dimana kebudayaan-kebudayaan tersebut dianggap
tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.
Setelah reformasi 1998, muncul kesadaran baru tentang
bagaimana menyikapi perbedaan dan keanekaragaman yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia. Yaitu kesadaran untuk membangun masyarakat Indonesia yang sifatnya
multibudaya, dimana acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang
multibudaya adalah multibudayaisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan
mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara
kebudayaan (Suparlan,1999). Dalam model multikultural ini, sebuah masyarakat
(termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) dilihat sebagai mempunyai
sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya
seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari
masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat
yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan yang seperti sebuah mosaik
tersebut. Model multibudayaisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai acuan
oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai
kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD
1945, yang berbunyi: “kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak
kebudayaan di daerah”.
Sebagai suatu ideologi, multikultural harus didukung
dengan sistem infrastuktur demokrasi yang kuat serta didukung oleh kemampuan
aparatus pemerintah yang mumpuni karena kunci multibudayaisme adalah kesamaan
di depan hukum. Negara dalam hal ini berfungsi sebagai fasilitator sekaligus
penjaga pola interaksi antar kebudayaan kelompok untuk tetap seimbang antara
kepentingan pusat dan daerah, kuncinya adalah pengelolaan pemerintah pada
keseimbangan antara dua titik ekstrim lokalitas dan sentralitas. Seperti
misalnya kasus Papua dimana oleh pemerintah dibiarkan menjadi berkembang dengan
kebudayaan Papuanya, namun secara ekonomi dilakukan pembagian kue ekonomi yang
adil. Dalam konteks waktu, produk atau hasil kebudayaan dapat dilihat dalam 2
prespekif yaitu kebudayaan yang berlaku pada saat ini dan tinggalan atau produk
kebudayaan pada masa lampau.
D. Menjaga
keanekaragaman budaya
Dalam konteks
masa kini, kekayaan kebudayaan akan banyak berkaitan dengan produk-produk
kebudayaan yang berkaitan 3 wujud kebudayaan yaitu pengetahuan budaya, perilaku
budaya atau praktek-praktek budaya yang masih berlaku, dan produk fisik
kebudayaan yang berwujud artefak atau banguna. Beberapa hal yang berkaitan dengan 3 wujud kebudayaan
tersebut yang dapat dilihat adalah antara lain adalah produk kesenian dan
sastra, tradisi, gaya hidup, sistem nilai, dan sistem kepercayaan. Keragaman
budaya dalam konteks studi ini lebih banyak diartikan sebagai produk atau hasil
kebudayaan yang ada pada kini. Dalam konteks masyarakat yang multikultur,
keberadaan keragaman kebudayaan adalah suatu yang harus dijaga dan dihormati
keberadaannya. Keragaman budaya adalah memotong perbedaan budaya dari
kelompok-kelompok masyarakat yang hidup di Indonesia. Jika kita merujuk kepada
konvensi UNESCO 2005 (Convention on The Protection and Promotion of The
Diversity of Cultural Expressions) tentang keragaman budaya atau “cultural
diversity”, cultural diversity diartikan sebagai kekayaan budaya yang dilihat
sebagai cara yang ada dalam kebudayaan kelompok atau masyarakat untuk
mengungkapkan ekspresinya. Hal ini tidak hanya berkaitan dalam keragaman budaya
yang menjadi kebudayaan latar belakangnya, namun juga variasi cara dalam
penciptaan artistik, produksi, disseminasi, distribusi dan penghayatannya,
apapun makna dan teknologi yang digunakannya. Atau diistilahkan oleh Unesco
dalam dokumen konvensi UNESCO 2005 sebagai “Ekpresi budaya” (cultural
expression). Isi dari keragaman budaya tersebut akan mengacu kepada makna
simbolik, dimensi artistik, dan nilai-nilai budaya yang melatarbelakanginya.
Dalam konteks ini pengetahuan budaya akan berisi
tentang simbol-simbol pengetahuan yang digunakan oleh masyarakat pemiliknya
untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungannya. Pengetahuan budaya
biasanya akan berwujud nilai-nilai budaya suku bangsa dan nilai budaya bangsa
Indonesia, dimana didalamnya berisi kearifan-kearifan lokal kebudayaan lokal
dan suku bangsa setempat. Kearifan lokal tersebut berupa nilai-nilai budaya
lokal yang tercerminkan dalam tradisi upacara-upacara tradisional dan karya
seni kelompok suku bangsa dan masyarakat adat yang ada di nusantara. Sedangkan
tingkah laku budaya berkaitan dengan tingkah laku atau tindakan-tindakan yang
bersumber dari nilai-nilai budaya yang ada. Bentuk tingkah laku budaya tersebut
bisa dirupakan dalam bentuk tingkah laku sehari-hari, pola interaksi, kegiatan
subsisten masyarakat, dan sebagainya. Atau bisa kita sebut sebagai aktivitas
budaya. Dalam artefak budaya, kearifan lokal bangsa Indonesia diwujudkan dalam
karya-karya seni rupa atau benda budaya (cagar budaya). Jika kita melihat
penjelasan diatas maka sebenarnya kekayaan Indonesia mempunyai bentuk yang
beragam. Tidak hanya beragam dari bentuknya namun juga menyangkut asalnya.
Keragaman budaya adalah sesungguhnya kekayaan budaya bangsa Indonesia.
E. Peran
mahasiswa dalam kebudayaan
Kita sebagai
seorang mahasiswa yang aktif dan kreatif tentunya tidak ingin kebudayaan kita
menjadi pudar bahkan lenyap karena pengaruh dari budaya-budaya luar.Mahasiswa
memiliki kedudukan dan peranan penting dalam pelestarian seni dan budaya
daerah. Hal ini didasari
oleh asumsi bahwa mahasiswa merupakan anak bangsa yang menjadi penerus
kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia.
Sebagai intelektual muda yang kelak menjadi pemimpin-pemimpin bangsa, pada
mereka harus bersemayam suatu kesadaran kultural sehingga keberlanjutan negara
bangsa Indonesia dapat dipertahankan. Pembentukan kesadaran kultural mahasiswa
antara lain dapat dilakukan dengan pengoptimalan peran mereka dalam pelestarian
seni dan budaya daerah.
Optimalisasi peran mahasiswa dalam pelestarian seni
dan budaya daerah dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu intrakurikuler dan
ekstrakulikuler. Jalur Intrakurikuler dilakukan dengan menjadikan seni dan
budaya daerah sebagai substansi mata kuliah; sedangkan jalur ekstrakurikuler
dapat dilakukan melalui pemanfaatan unit kegiatan mahasiswa (UKM) kesenian dan
keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan seni dan budaya yang
diselenggarakan oleh berbagai pihak untuk pelestarian seni dan budaya daerah.
a.
Jalur Intrakurikuler
Untuk mengoptimalkan peran mahasiswa dalam pelestarian
seni dan budaya daerah diperlukan adanya pemahaman mahasiswa terhadap seni dan
budaya daerah. Tanpa adanya pemahaman yang baik terhadap hal itu, mustahil
mahasiswa dapat menjalankan peran itu dengan baik. Peningkatan pemahaman
mahasiswa terhadap seni dan budaya daerah dapat dilakukan melalui jalur
intrakurikuler; artinya seni dan budaya daerah dijadikan sebagai salah satu
substansi atau materi pembelajaran dalam satu mata kuliah atau dijadikan
sebagai mata kuliah. Kemungkinan yang pertama dapat dilakukan melalui mata
kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) bagi mahasiswa program studi
eksakta, dan Ilmu Budaya Dasar dan Antropologi Budaya bagi mahasiswa program
studi ilmu sosial. Dalam dua mata kuliah itu terdapat beberapa pokok bahasan
yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap seni
dan budaya daerah yaitu tentang manusia dan kebudayaan, manusia dan peradaban, dan
manusia, sains teknologi, dan sen.Kemungkinan
yang kedua tampaknya telah diakomodasi dalam kurikulum program studi-program
studi yang termasuk dalam rumpun ilmu budaya seperti program studi di
lingkungan Fakultas Sastra atau Fakultas Ilmu Budaya. Beberapa mata kuliah yang
secara khusus dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman terhadap seni dan
budaya daerah adalah Masyarakat dan Kesenian Indonesia, Manusia dan Kebudayaan
Indonesia, dan Masyarakat dan Kebudayaan Pesisir. Melalui mata kuliah-mata
kuliah itu, mahasiswa dapat diberi penugasan untuk melihat, memahami,
mengapresiasi, mendokumentasi, dan membahas seni dan budaya daerah. Dengan
kegiatan-kegiatan semacam itu pemahaman mahasiswa terhadap seni dan budaya
daearah akan meningkat yang juga telah melakukan pelestarian.
Jalur intrakurikuler lainnya yang dapat digunakan
untuk meningkatkan pemahaman bahkan mengoptimalkan peran mahasiswa dalam
pelestarian seni dan budaya daerah adalah Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Mahasiswa-mahasiswa yang telah mendapatkan pemahaman yang mencukupi terhadap
seni dan budaya daerah dapat berkiprah langsung dalam pelestarian dan
pengembangan seni dan budaya daerah. Kuliah Kerja Profesi (KKP) yang merupakan
bentuk lain dari KKN di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Negeri yogyakarta
telah digunakan untuk berperan serta dalam pelestarian dan pengembangan
seni dan budaya daerah. Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, khususnya yang berasal
dari program studi Sejarah, dalam tiga tahun terakhir sebagian telah membantu
merevitalisasi seni budaya yang tumbuh dan berkembang di Semarang, misalnya
batik Semarang, arsitektur Semarang, dan membantu mempromosikan perkumpulan
Wayang Orang Ngesthi Pandhawa.
b. Jalur
Ekstrakurikuler
Pembentukan dan
pemanfaatan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kesenian Jawa (Daerah Lainnya)
merupakan langkah lain yang dapat ditempuh untuk mengoptimalkan peran mahasiswa
dalam pelestarian seni dan budaya daerah. Sehubungan dengan hal itu, pimpinan perguruan tinggi
perlu mendorong pembentukan UKM Kesenian Daerah. Lembaga kemahasiswaan itu
merupakan wahana yang sangat strategis untuk upaya-upaya tersebut, karena
mereka adalah mahasiswa yang benar-benar berminat dan berbakat dalam bidang
seni tradisi. Latihan-latihan secara rutin sebagai salah satu bentuk kegiatan
UKM kesenian daerah (Jawa misalnya) yang pada gilirannya akan berujung pada
pementasan atau pergelaran merupakan bentuk nyata dari pelestarian seni dan
budaya daerah.
Forum-forum festival seni mahasiswa semacam Pekan Seni
Mahasiswa Tingkat Nasional (Peksiminas) merupakan wahana yang lain untuk
pengoptimalan peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah.
BAB III
KESIMPULAN
Dari Penulisan Makalah ini saya
dapat menyimpulkan Bahwa Perubahan Dinamis dan arus Globalisasi yang tinggi
menyebabkan Masyarakat kita sebagai bangsa indonesia yang memiliki banyak dan
beragam kebudayaan kurang memiliki kesadaran akan pentingnya peranan budaya
lokal kita ini dalam memperkokoh ketahanan Budaya Bangsa. Padahal sesungguhnya
Budaya Lokal yang kita miliki ini dapat menjadikan kita lebih bernilai
dibandingkan bangsa lain karena betapa berharganya nilai – nilai budaya lokal
yang ada di negara ini. Untuk
itu seharusnya kita bisa lebih tanggap dan peduli lagi terhadap semua
kebudayaan yang ada di indonesia ini. Selain itu kita harus memahami arti
kebudayaan serta menjadikan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia sebagai
sumber kekuatan untuk ketahanan budaya bangsa.Agar budaya kita tetap terjaga
dan tidak diambil oleh bangsa lain. Karena kekayaan bangsa Indonesia yang tidak
ternilai harganya itu dan tidak pula dimiliki oleh bangsa-bangsa asing. Oleh
sebab itu, sebagai generasi muda, yang merupakan pewaris budaya bangsa,
hendaknya memelihara seni budaya kita demi masa depan anak cucu. Salah satu upaya pelestarian budaya
indonesia adalah dengan membuat dokumentasinya, termasuk dokumentasi digital
atau elektronik di era informasi ini. Mungkin peran perguruan tinggi bisa
dikedepankan di sini. Kegiatan riilnya bisa dalam bentuk penelitian atau
pengabdian masyarakat.Yuk kita cintai dan pertahankan budaya Indonesia