Azeeeekk... :) pertemuan alumni RPL akt: '07 di Pantai Gandoriah Pariaman...
Jumat, 31 Agustus 2012
Minggu, 12 Agustus 2012
UU Pendidikan Indonesia
1. Undang-Undang Pendidikan NO. 20 Th.
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Mengingat
dibawah ini :
a. Bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darahIndonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
b. Bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945
mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang
diatur dengan undang-undang
c. Bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen
pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan
pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan
d. Bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar
sesuai dengan amanat perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. Mengingat : Pasal
20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Latar Belakang Lahirnya UU No. 20 Th. 2003
Manusia membutuhkan
pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat
mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang
dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang
diatur dengan undang-undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib
mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara
Indonesia.
Gerakan reformasi
di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi,
desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam hubungannya dengan pendidikan,
prinsip-prinsip tersebut akan memberikan dampak yang mendasar pada kandungan,
proses, dan manajemen sistem pendidikan. Selain itu, ilmu pengetahuan dan
teknologi berkembang pesat dan memunculkan tuntutan baru dalam segala aspek
kehidupan, termasuk dalam sistem pendidikan. Tuntutan tersebut menyangkut
pembaharuan sistem pendidikan, di antaranya pembaharuan kurikulum, yaitu
diversifikasi kurikulum untuk melayani peserta didik dan potensi daerah yang
beragam, diversifikasi jenis pendidikan yang dilakukan secara profesional,
penyusunan standar kompetensi tamatan yang berlaku secara nasional dan daerah
menyesuaikan dengan kondisi setempat; penyusunan standar kualifikasi pendidik
yang sesuai dengan tuntutan pelaksanaan tugas secara profesional; penyusunan
standar pendanaan pendidikan untuk setiap satuan pendidikan sesuai
prinsip-prinsip pemerataan dan keadilan; pelaksanaan manajemen pendidikan
berbasis sekolah dan otonomi perguruan tinggi; serta penyelenggaraan pendidikan
dengan sistem terbuka dan multi makna. Pembaharuan sistem pendidikan juga
meliputi penghapusan diskriminasi antara pendidikan yang dikelola pemerintah
dan pendidikan yang dikelola masyarakat, serta pembedaan antara pendidikan
keagamaan dan pendidikan umum.
Pembaharuan sistem
pendidikan nasional dilakukan untuk memperbaharui visi, misi, dan strategi
pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya
sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua Warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang
berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah.
Dengan visi
pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut:
1.
mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat
Indonesia
2.
membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak
usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar
3.
meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk
mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral
4.
meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat
pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai
berdasarkan standar nasional dan global
5.
memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan visi
dan misi pendidikan nasional tersebut, pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pembaharuan sistem
pendidikan memerlukan strategi tertentu. Strategi pembangunan pendidikan
nasional dalam undang-undang ini meliputi :
1.
pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia
2.
pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi
3.
proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis
4.
evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan
5.
peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan
6.
penyediaan sarana belajar yang mendidik
7.
pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan
8.
penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata
9.
pelaksanaan wajib belajar
10.
pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan
11.
pemberdayaan peran masyarakat
12.
pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat
13.
pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional.
Dengan strategi
tersebut diharapkan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional dapat terwujud
secara efektif dengan melibatkan berbagai pihak secara aktif dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Pembaruan sistem
pendidikan nasional perlu pula disesuaikan dengan pelaksanaan otonomi daerah
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Sehubungan dengan
hal-hal di atas, Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional perlu diperbaharui dan diganti.
Tujuan dari UU No. 20 Th. 2003
Sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional
adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Sejalan dengan itu, pada periode 2010-2014, Kementerian
Pendidikan Nasional menetapkan visi Terselenggaranya Layanan
Prima Pendidikan Nasional untuk Membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif. Insan
Indonesia cerdas komprehensif adalah insan yang cerdas spiritual, cerdas
emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual dan cerdas kinestetis.
Untuk mewujudkan visi tersebut, Kementerian Pendidikan
Nasional menetapkan lima misi yang biasa disebut lima (5) K, yaitu; ketersediaan
layanan pendidikan, keterjangkauan layanan pendidikan, kualitas/mutu dan
relevansi layanan pendidikan, kesetaraan memperoleh layanan pendidikan,
kepastian/keterjaminan memperoleh layanan pendidikan.
Sebagai organisasi yang berkedudukan di bawah
Kementerian Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar bertugas
menjabarkan visi dan misi Kementerian Pendidikan Nasional di atas, baik saat
perumusan dan atau pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang
pendidikan dasar. Dengan demikian, secara umum tujuan Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar adalah Menjamin Terselenggaranya Layanan
Pendidikan Dasar untuk Bangsa Indonesia secara Prima
Manfaat dari UU No. 20 Th. 2003
- Tujuan Pendidikan Nasional sangat memberikan peluang untuk merealisasikan nilai-nilai Al Quran yang menjadi tujuan pendidikan Islam yaitu terbentuknya manusia yang beriman dan bertaqwa (pasal 3).
- Anak-anak Muslim yang sekolah di lembaga pendidikan Non Islam akan terhindar dari pemurtadan, karena anak-anak tersebut akan mempelajari mata pelajaran agama sesuai dengan yang dianut oleh siswa tersebut dan diajarkan oleh guru yang seagama dengan dia (Pasal 12 ayat 1a)
- Madrasah-madrasah dari semua jenjang terintegrasi dalam system pendidikan nasional secara penuh (Pasal 17 dan 18)
- Pendidikan keagaamaan seperti Madrasah diniyah dan pesantren mendapat perhatian khusus pemerintah, karena pendidikan keagamaan tidak hanya diselenggarakan oleh kelompok masyarakat tetapi juga diselenggarakan oleh pemerintah (Pasal 30).
- Pendidikan Agama diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi (Pasal 37)
2. Undang-undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Th. 2005)
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen menegaskan bahwa guru dan dosen wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan
rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan
tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Undang-Undang ini dianggap bisa menjadi payung hukum
untuk guru dan dosen tanpa adanya perlakuan yang berbeda antara guru negeri dan
swasta. Undang-Undang Guru dan Dosen secara gamblang dan jelas mengatur secara detail
aspek-aspek yang selama ini belum diatur secara rinci. Semisal, kedudukan, fungsi
dan tujuan dari guru, hak dan kewajiban guru, kompetensi dll. Namun sayang,
masih ada sejumlah kelemahan dan kekurangan yang ada pada Undang-Undang Guru dan
Dosen, dan masih menjadi permasalahan serta perdebatan yang tak kunjung usai.
Dimulai dari bunyi pasal yang tidak jelas, sampai pada beberapa peningkatan
mutu dan kesejahteraan pendidikan yang dituangkan dalam Undang-Undang tersebut.
Masih banyak kalangan pesimis yang berpendapat bahwa pemerintah tidak akan rela
merogoh uangnya untuk menukarnya dengan mutu pendidikan, apalagi
mensejahterakan guru yang sudah akrab dengan penderitaan itu. Selain itu proses
pelaksanaannya pun masih belum optimal, sasaran yang dapat dicapai hanya
beberapa hal dari seluruh pernyataan yang tertuang dalam Undang-Undang tersebut.
Latar Belakang Lahirnya
Sebagaimana
diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (3) yang berbunyi: "Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa," dan ayat (5) yang berbunyi:
"Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.", UU Guru dan Dosen juga lahir bertujuan untuk
memperbaiki pendidikan nasional, baik secara kualitas maupun kuantitas, agar
sumber daya manusia Indonesia bisa lebih beriman, kreatif, inovatif, produktif,
serta berilmu pengetahuan luas demi meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa. Perbaikan mutu pendidikan nasional yang dimaksud meliputi, Sistem
Pendidikan Nasional, Kualifikasi serta Kompetensi Guru dan Dosen, Standar
Kurikulum yang digunakan, serta hal lainnya.
Dalam kaitannya
dengan Guru sebagai pendidik, maka pentingnya guru professional yang memenuhi
standar kualifikasi diatur dalam pasal 8 Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang
Guru Dan Dosen (UUGD) yang menyebutkan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Lebih dalam lagi pada pasal 10 ayat (1) UUGD dan Pasal 28 ayat 3 PP 19
tahun 2005 tentang SNP dijelaskan bahwa kompetensi guru yang dimaksud
meliputi:
a. Kompetensi pedagogik
b. Kompetensi kepribadian
c. Kompetensi professional, dan
d. Kompetensi sosial.
Selain mengatur hal-hal penting
diatas, UUGD juga mengatur hal lain yang tak kalah pentingnya bagi kemajuan dan
kesejahteraan para guru.
Tujuan Undang-undang No.14 tahun 2005
Tujuan ditetapkannya
undang-undang guru dan dosen tidak lain adalah untuk mengatur tentang
kepentingan-kepentingan pendidikan terkait mekanisme sistem pendidikan, dan
terkait juga dengan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Lebih jauh lagi
undang-undang tersebut juga untuk memperjelas hak serta kewajiban para pendidik
terkait dengan tugasnya sebagai pendidik profesional.
Manfaat Undang-undang No.14 tahun 2005
Meningkatkan mutu pendidikan Indonesia dan memperjelas hak dan kewajiban para pendidik
terkait dengan tugasnya sebagai pendidik profesional
3. Standar Nasional Pendidikan
Standar Nasional Pendidikan adalah
kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Adapun
standar tersebut yaitu :
Standar Kompetensi
Lulusan
Digunakan sebagai pedoman penilaian
dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
Standar Isi
~ Kerangka dasardan struktur kurikulum.
~ Beban belajar.
~ Kurikulum tingkat satuan pendidikan.
~ Kalender pendidikan / akademik
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidik harus
memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat
jasmanai dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
Standar Proses
Proses pembelajaran interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
Standar Sarana
dan Prasarana
Persyaratan minimal tentang sarana :
Perabot, peralatan pendidikan, media
pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, BHP.
Persyaratan minimal tentang prasarana
R. kelas, R. pimpinan satuan
pendidikan, R. pendidik, R. tata usaha, R. perpustakaan, R. laboratorium, R.
bengkel kerja, R. unit produksi, R. kantin, instalasi dan jasa, tempat berolah
raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi.
Standar Pembiayaan (Biaya Investasi,
Biaya Personal, Biaya Operasi)
Persyaratan minimal tentang biaya
investasi :
Meliputi biaya penyediaan sarana dan
prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
Persyaratan minimal tentang biaya
personal :
Meliputi biaya pendidikan yang harus
dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara
teratur dan berkelanjutan.
Persyaratan minimal tentang biaya operasi meliputi :
Persyaratan minimal tentang biaya operasi meliputi :
~ gaji pendidik dan tenaga
kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,
~ bahan atau peralatan pendidik habis
pakai, dan
~ biaya operasi pendidikan tak
langsung berupa daya, ir, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan
prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain
sebagainya.
Standar
Pengelolaan
Standar pengelolaan oleh Satuan
Pendidikan, Pemda, dan Pemerintah.
Dikdasmen :
Dikdasmen :
Menerapkan manajemen berbasis sekolah
yang ditunjukan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan
akuntabilitas.
Dikti :
Menerapkan otonomi perguruan tinggi
yang dalam batas-batas yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang
berlaku memberikan kebebasan dan mendorong kemandirian
Standar Penilaian Pendidikan
Standar Penilaian Pendidikan
merupakan standar nasional penilaian pendidikan tentang mekanisme, prosedur,
dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
Latar Belakang lahirnya
Pendidikan di Indonesia menurut penjelasan atas PP no.19
tahun 2005 tentang SNP, pada hakekatnya pendidikan dalam konteks pembangunan
nasional mempunyai fungsi: (1) pemersatu bangsa, (2) penyamaan kesempatan, dan
(3) pengembangan potensi diri. Pendidikan diharapkan dapat memperkuat keutuhan
bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), memberi kesempatan yang
sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam pembangunan, dan
memungkinkan setiap warga negara untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya
secara optimal.
Dari hakekat pendidikan dalam konteks pembangun nasional
diharapkan PP no. 19 tahun 2005 bisa selaras dengan fungsi pembangunan nasional
yaitu pemersatu bangsa, penyamaan kesempatan, dan pengembangan potensi diri,
sehingga standar-standar komponen pendidikan yang ada di PP no. 19 tahun 2005
tidak sepatutnya keluar dari frame fungsi pembangunan nasional
tersebut.
Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan
semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Sedangkan misi pendidikan nasional adalah: (1)
mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang
bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) meningkatkan mutu pendidikan yang
memiliki daya saing di tingkat nasional, regional, dan internasional; (3)
meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan
global; (4) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara
utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat
belajar; (5) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk
mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; (6) meningkatkan
keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan
ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar
yang bersifat nasional dan global; dan (7) mendorong peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Terkait dengan visi dan misi pendidikan nasional
tersebut di atas, reformasi pendidikan meliputi 4 hal berikut:
Pertama;
penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, di mana dalam
proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu
membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik.
Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses pendidikan,
dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran.
Kedua; adanya perubahan
pandangan tentang peran manusia dari paradigma manusia sebagai sumberdaya
pembangunan, menjadi paradigma manusia sebagai subjek pembangunan secara utuh.
Proses pendidikan harus mencakup: (1) penumbuhkembangan keimanan, ketakwaan;
(2) pengembangan wawasan kebangsaan, kenegaraan, demokrasi, dan kepribadian;
(3) penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) pengembangan, penghayatan,
apresiasi, dan ekspresi seni; serta (5) pembentukan manusia yang sehat jasmani
dan rohani.
Ketiga; Adanya
pandangan terhadap keberadaan peserta didik yang terintegrasi dengan lingkungan
sosialkulturalnya dan pada gilirannya akan menumbuhkan individu sebagai pribadi
dan anggota masyarakat mandiri yang berbudaya.
Keempat; Dalam rangka
mewujudkan visi dan menjalankan misi pendidikan nasional, diperlukan suatu
acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan satuan
pendidikan, yang antara lain meliputi kriteria dan kriteria minimal berbagai
aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan. Dalam kaitan ini,
kriteria dan kriteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan pedoman untuk
mewujudkan: (1) pendidikan yang berisi muatan yang seimbang dan holistik; (2)
proses pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong
kreativitas, dan dialogis; (3) hasil pendidikan yang bermutu dan terukur; (4)
berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan; (5) tersedianya
sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya potensi peserta
didik secara optimal; (6) berkembangnya pengelolaan pendidikan yang memberdayakan
satuan pendidikan; dan (7) terlaksananya evaluasi, akreditasi dan sertifikasi
yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
Sebagai peraturan pemerintah tentang Standar Nasional
Pendidikan melaksanakan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 35 ayat (4): ketentuan mengenai standar
nasional pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2, dan ayat 3
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 36 ayat (4): Ketentuan mengenai pengembangan
kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.; Pasal 37 ayat (3): Ketentuan mengenai
kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.; Pasal 42 ayat (3): Ketentuan mengenai kualifikasi
pendidik sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.; Pasal 43 ayat (2): Sertifikasi pendidik
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi.; Pasal 59 ayat (3): Ketentuan mengenai
evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.; Pasal 60 ayat (4): Ketentuan akreditasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.; dan Pasal 61 ayat (4): ketentuan mengenai sertifikasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Dari ketentuan pasal per pasal tersebut di atas,
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang SNP dibentuk sebagai standar
minimum sebagaimana pada UU nomor 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 1 ayat
17, bahwa standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
PP nomor 19 tahun 2005 tentang SNP ini berfungsi
sebagaimana tertera pada pasal 3, bahwa Standar Nasional Pendidikan berfungsi
sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam
rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Dalam penjelasan pasal 3
ini, pendidikan nasional yang bermutu diarahkan untuk pengembangan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berbagai paparan latar belakang yang melahirkan PP nomor
19 tahun 2005 untuk mencapai tujuan sebagaimana pada pasal 4, bahwa Standar
Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat.
Tujuan Standar Nasional Pendidikan
Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka
mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu
Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu
pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara
terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global.
Manfaat Standar Nasional Pendidikan
Perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan
nasional yang bermutu menjadi lebih
terarah dan sesuai dengan standar ketentuan yang berlaku. Serta sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan
4. Kurikulum
Berbasis Kompetensi
Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia pendidikan
di Indonesia yang mulai
diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994,
perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.
Dalam kurikulum terdahulu, para murid dikondisikan
dengan sistem caturwulan. Sedangkan dalam
kurikulum baru ini, para siswa dikondisikan dalam sistem semester. Dahulu pun, para murid
hanya belajar pada isi materi pelajaran belaka, yakni menerima materi dari guru
saja. Dalam kurikulum 2004 ini, para murid dituntut aktif mengembangkan
keterampilan untuk menerapkan IPTek tanpa meninggalkan kerja sama dan
solidaritas, meski sesungguhnya antar siswa saling berkompetisi. Jadi di sini,
guru hanya bertindak sebagai fasilitator, namun meski begitu pendidikan yang
ada ialah pendidikan untuk semua. Dalam kegiatan di kelas, para siswa bukan
lagi objek, namun subjek. Dan setiap kegiatan siswa ada nilainya.
Latar Belakang Lahirnya
Kurikulum berbasis kompetensi mulai
diterapkan di Indonesia pada tahun pelajaran 2001/2002 dibeberapa sekolah SD,
SMP, dan SMA yang ditunjuk oleh pemerintah dan atau atas inisiatif sekolah
sendiri yang disebut mini piloting KBK di bawah koordinasi direktorat SMP/SMA
dan pusat kurikulum. Legalitas formal pelaksanaan KBK
pada tingkat pendidikan dasar dan menengah belum ada karena tidak ada
Permendiknas yang mengatur tentang hal itu. Meskipun demikian landasan hukum
untuk penyelenggaraan KBK bisa mengacu pada: Peraturan Pemerintah No. 25 tahun
2000 tentang Otonomi Daerah bidang pendidikan dan kebudayaan yaitu : pemerintah
memiliki wewenang menetapkan: (1) standar kompetensi siswa dan warga belajar
serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional
serta pedoman pelaksanaannya, dan (2) standar materi pelajaran pokok.
Undang-undang No. 2 tahun 1989 Sistem Pendidikan
Nasional dan kemudian diganti dengan UU RI No. 20 tahun 2003 pada Bab X pasal
36 ayat: (1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar
nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2) Kurikulum
pada semua enjag dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasii sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta
didik (3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia… dan pada pasal 38 ayat 91) Kerangka dasar
dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh
pemerintah.
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan suatu desain
kurikulum yang dikembangkan berdasarkan seperangkat kompetensi tertentu.
Mengacu pada pengertian tersebut, dan juga untak merespons terhadap keberadaan
PP No.25/2000, maka salah satu kegiatan yang perlu dilakukan oleh pemerintah,
dalam hal ini Depdiknas adalah menyusun standar nasional untuk seluruh mata
pelajaran, yang mencakup komponen-komponen; (1) standar kompetensi, (2)
kompetensi dasar, (3) materi pokok, dan (4) indikator pencapaian. Sesuai dengan
komponen-komponen tersebut maka format Kurikulum 2004 yang memuat standar kompetensi
nasional mata pelajaran adalah seperti tampak pada standar kompetensi.
Standar kompetensi diartikan sebagai kebulatan
pengetahuan, keterampilari, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan
dicapai dalam mempelajari suatu matapelajaran. Cakupan standar kompetensi
standar isi (content standard) dan standar penampilan (performance standard).
Kompetensi dasar, merupakan jabaran dari standar kompetensi, adalah
pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dikuasai dan dapat
diperagakan oleh siswa pada masing-masing standar kompetensi. Materi pokok atau
materi pembelajaran, yaitu pokok suatu bahan kajian yang dapat berupa bidang
ajar, isi, proses, keterampilam, serta konteks keilmuan suatu mata pelajaran.
Sedangkan indikator pencapaian dimaksudkan adalah kemampuan-kemampuan yang
lebih spesifik yang dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menilai ketuntasan
belajar.
Selanjutnya pengembangan kurikulum 2004, yang ciri
paradigmanya adalah berbasis kompetensi, akan mencakup pengembangan silabus dan
sistem penilaiannya. Silabus merupakan acuan untuk merencanakan dan
melaksanakan program pembelajaran, sedangkan sistem penilaian mencakup jenis
tagihan, bentuk instrumen, dan pelaksanaannya. jenis tagihan adalah berbagai
tagihan, seperti ulangan atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta
didik. Bentuk instrumen terkait dengan jawaban yang harus dilakukan oleh siswa,
seperti bentuk pilihan ganda atau soal uraian.
Tujuan
KBK
kurikulum berbasis kompetensi
bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia untuk menjadi anggota
masyarakat dunia.
Sehingga untuk
mencapai tujuan tersebut maka pendidikan harus diarahkan agar setiap lulusan
memiliki kompetensi dasar untuk mengembangkan dirinya kearah tenaga kerja yang
profesional, sesuai dengan bidang-bidang lapangan kerja yang dikehendaki.
Selain itu tujuan
kurikulum berbasis kompetensi adalah memandirikan atau memberdayakan sekolah
dalam mengembangkan kompetensi yang akan disampaikan kepada peserta didik,
sesuai dengan kondisi lingkungan.
Manfaat KBK
Dapat memandirikan
sekolah sehingga mampu untuk mengembangkan kompetensi yang akan disampaikan
kepada peserta didik, dan sesuai pula dengan kondisi lingkungan yang ada.
5. KTSP
Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum
operasional pendidikan
yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia.
KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008
dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang
diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor
22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang
dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah
agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP
terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas
Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat
kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi
bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran
yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan pedoman
untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat:
·
kerangka dasar dan struktur
kurikulum,
·
beban belajar,
·
kurikulum tingkat satuan
pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan
·
kalender pendidikan.
SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan
kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk
seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Kompetensi lulusan
merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.
Latar Belakang Lahirnya KTSP
Desentralisasi pendidikan bertujuan
untuk meningkatkan mutu layanan dan kinerja pendidikan, baik pemerataan,
kualitas, relevansi, dan efisiensi pendidikan. Selain itu desentralisai juga
dimaksudkan untuk mengurangi beban pemerintah pusat yang berlebihan, mengurangi
kemacetan-kemacetan jalur-jalur komunikasi, meningkatkan (kemandirian,
demokrasi, daya tanggap, akuntabilitas, kreativitas, inovasi, prakarsa), dan
meningkatkan pemberdayaan dalam pengelolaan dan kepemimpinan pendidikan. Ada
dua kepentingan besar dari desentralisasi pendidikan, pertama, untuk
meningkatkan kinerja pendidikan. Kedua, mengurangi beban pusat, sebab
dikhawatirkan jika pusat terus dibebani tanggung jawab pengelolaan pendidikan,
maka mutu pendidikan akan terus melorot.
Bahwa salah satu cara yang dapat
ditempuh adalah diberlakukannya manajemen pendidikan berbasis pada sekolah
(school based education) dan model perencanaan dari bawah (bottom up planning).
Mengenai kecenderungan merosotnya pencapaian hasil pendidikan selama ini,
langkah antisipatif yang perlu ditempuh adalah mengupayakan peningkatan
partisipasi masyarakat terhadap dunia pendidikan, peningkatan kualitas dan
relevansi pendidikan, serta perbaikan manajemen di setiap jenjang, jalur, dan jenis
pendidikan". Salah satu komponen yang didesentralisasi melalui penerapan
School Based Management adalah pengelolaan kurikulum.
Kurikulum yang dibuat oleh
pemerintah pusat adalah kurikulum standar yang berlaku secara nasional. Padahal
kondisi sekolah pada umumnya sangat beragaman. Oleh karena itu, dalam
implementasinya, sekolah dapat mengembangkan (memperdalam, memperkaya,
memodifikasi), namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara
nasional. Selain itu, sekolah diberi kebebasan untuk mengembangkan muatan
kurikulum lokal.
Atas dasar inilah diperlukan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai kurikulum operasional
sekolah. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 bab I pasal 1 point (15), menyatakan,
"KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan." Jadi, dalam KTSP sekolah diberikan
keluwesan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan karakteristik, kebutuhan
dan potensi sekolah dan daerah. Dalam Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah yang dikeluarkan oleh
Badan Tandar Nasional Pendidikan 2006, dinyatakan bahwa:
KTSP terdiri dari tujuan pendidikan
tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan
pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana
pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang
mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
Sejauh ini KTSP
telah dilaksanakan di wilayah Republik Indonesia, walaupun belum merata karena
berbagai faktor, antara lain faktor geografis, bahwa wilayah Indonesia yang
berbentuk kepulauan menjadi hambatan tersendiri, faktor lain adalah kesiapan
sekolah dalam mengimplementasi KTSP. Kecenderungan
selama ini bahwa sekolah hanya mengharapkan kurikulum dari pusat telah
menimbulkan sikap ketergantungan yang kuat, sehingga kemandirian apalagi
kreativitas belum tumbuh, tentu menjadi hambatan tersendiri.
Perlu dicatat bahwa seturut dengan
lahirnya KTSP, pemerintah masih menggunakan Ujian Nasional untuk mengukur mutu,
sekaligus menentukan kelulusan siswa. Padahal dalam KTSP tidak dikenal Ujian
Nasional, karena namanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan
kurikulum yang dikembangkan dari kebutuhan dan karakteristik sekolah. Persoalan
semakin intens ketika dihubungkan dengan kepentingan bangsa dalam hubungan
dengan nation character building.
Tujuan KTSP
Secara umum tujuan KTSP adalah untuk
memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan
(otonomi) kepada lembaga pendidikan. Namun secara umum dapat dirtincikan
sebagai berikut:
·
Meningkatkan mutu pendidikan
melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum,
mengelola, dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
Melalui KTSP penentu kualitas sekolah
benar-benar tergantung pada kemandirian setiap sekolah dalam menggali dan
memanfaatkan potensi dan sumber daya yang dimilikinya. KTSP memberikan
kesempatan kepada setiap sekolah untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai
dengan kebutuhan daerahnya dan sesuai dengan karakteristik sekolah itu sendiri.
sekolah dituntut melakukan isnisiatif dalam menggali secara mandiri berbagai
potensi dan sumber daya untuk mendukung programnya termasuk kurikulum yang
dikembangkannya. Karena itu itu setiap komponen sekolah dari kepala sekolah
hingga guru-guru dituntut untuk lebih aktif dan kreatif melakukan berbagai upaya
agar semua kebutuhan sekolah terpenuhi.
·
Meningkatkan kepedulian warga
sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan
keputusan bersama.
Sebagai kurikulum
operasional KTSP menuntut keterlibatan masyarakat secara penuh, sebab tanggung
jawab pengembangan kurikulum tidak lagi berada di pemerintah, akan tetapi
berada di tangan sekolah, sementara itu berkembangnya sekolah itu sendiri,
sangat bergantung pula pada seberapa besar keterlibatan masyarakat terhadap
sekolah.
·
Meningkatkan kompetensi yang
sehat antarsatuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai
Dengan KTSP sekolah
tidak lagi hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum yang telah diatur oleh
pusat, tetapi juga sebagai pengambil keputusan tentang pengembangan dan
implementasi kurikulum. Dengan KTSP sekolah diharapkan
berlomba satu dengan yang lain dalam menyusun program kurikulum sekaligus
berlomba dalam implementasinya, sehingga tercipta persaingan antar sekolah
menuju pencapaian pendidikan yang lebih bermutu.
Manfaat KTSP
Manfaat Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Bagi Sekolah :
Mendorong terwujudnya otonomi sekolah
dalam penyelenggaraan pendidikan
KTSP memberi
peluang yang lebih luas kepada sekolah – sekolah plus untuk mengembangkan
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan
Manfaat KTSP Bagi Bagi Civitas Akademika :
Mendorong para guru, kepala sekolah
dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam
penyelenggaraan program-program pendidikan
Guru sebagai fasilitator dalam
membantu peserta didik membangun pengetahuan
Adanya perubahan paradigma mengajar
Manfaat Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Bagi Siswa :
KTSP sangat memungkinkan bagi setiap
sekolah untuk menitik beratkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang
akseptable ( dapat diterima) bagi kebutuhan siswa
KTSP akan mengurangi beban belajar
siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20 %
6. Sertifikasi
Guru
Sertifikasi guru adalah sebuah upaya
peningkatan mutu guru dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di
Indonesia secara berkelanjutan. Bentuk peningkatan
kesejahteran guru berupa tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok bagi
guru yang telah memiliki sertifikat pendidik.
Latar Belakang Lahirnya
Pendidik (guru) adalah tenaga profesional sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 39 ayat 2, UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 2 ayat 1, UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, dan Pasal 28 ayat (1) PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Mengacu pada landasan yuridis dan kebijakan tersebut, secara tegas
menunjukkan adanya keseriusan dan komitmen yang tinggi pihak Pemerintah dalam
upaya meningkatkan profesionalisme dan penghargaan kepada guru yang muara
akhirnya pada peningkatan kualitas pendidikan nasional.
Sesuai dengan
arah kebijakan di atas, Pasal 42 UU RI No. 20 Tahun 2003 mempersyaratkan bahwa
pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan
kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Hal ini
ditegaskan kembali dalam Pasal 28 ayat (1) PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan; dan Pasal 8 UU RI No 14, 2005 yang mengamanatkan
bahwa guru harus memiliki kualifikasi akademik minimal D4/S1 dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, yang meliputi kompetensi kepribadian, pedagogis,
profesional, dan sosial. Kompetensi guru sebagai agen pembelajaran secara formal
dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Kualifikasi akademik minimum diperoleh
melalui pendidikan tinggi, dan sertifikat kompetensi pendidik diperoleh setelah
lulus ujian sertifikasi.
Pengertian sertifikasi secara umum mengacu pada National Commision on Educatinal Services (NCES) disebutkan“Certification is a procedure whereby the state evaluates and reviews a teacher candidate’s credentials and provides him or her a license to teach”. Dalam kaitan ini, di tingkat negara bagian (Amerika Serikat) terdapat badan independen yang disebut The American Association of Colleges for Teacher Education (AACTE). Badan indepeden ini yang berwenang menilai dan menentukan apakah ijazah yang dimiliki oleh calon pendidik layak atau tidak layak untuk diberikan lisensi pendidik.
Pengertian sertifikasi secara umum mengacu pada National Commision on Educatinal Services (NCES) disebutkan“Certification is a procedure whereby the state evaluates and reviews a teacher candidate’s credentials and provides him or her a license to teach”. Dalam kaitan ini, di tingkat negara bagian (Amerika Serikat) terdapat badan independen yang disebut The American Association of Colleges for Teacher Education (AACTE). Badan indepeden ini yang berwenang menilai dan menentukan apakah ijazah yang dimiliki oleh calon pendidik layak atau tidak layak untuk diberikan lisensi pendidik.
Tujuan Sertifikasi
1.
Menentukan
kelayakan guru sebagai agen pembelajaran. Agen pembelajaran berarti guru
menjadi pelaku dalam proses pembelajaran. Guru yang sudah menerima sertifikat
pendidik dapat diartikan sudah layak menjadi agen pembelajaran.
2.
Meningkatkan proses dan mutu pendidikan. Mutu
pendidikan dapat dilihat dari mutu siswa sebagai hasil pembelajaran. Mutu siswa
ini diantaranya ditentukan darikecerdasan, minat dan usaha siswa yang
bersangkutan. Guru yang bermutu dalam arti berkualitas dan profesional
menentukan mutu siswa.
3.
Meningkatkan martabat guru. Dari bekal
pendidikan formal dan juga berbagai kegiatan guru yang antara lain ditunjukkan
dari dokumentasi data yang dikumpulkan dalam proses sertifikasi maka guru akan
mentransfer lebih banyak ilmu yang dimiliki kepada siswanya. Secara psikologis,
kondisi tersebut akan meningkatkan martabat guru yang bersangkutan.
4.
Meningkatkan profesionalisme. Guru
yang profesional antara lain dapat ditentukan dari pendidika, pelatihan,
pengembangan diri dan berbagai aktifitas lainya yang terkait dengan profesinya.
Langkah awal untuk menjadi profesional dapat ditempuh dengan mengikuti
sertifikasi guru.
Manfaat Sertifikasi Guru
1.
Melindungi profesi guru dari
praktik-praktik yang merugikan citra profesi guru. Guru yang telah mempunyai
sertifikat pendidik harus dapat menerapkan proses pembelajaran di kelas sesuai
dengan teori dan praktik yang telah teruji.
2.
Melindungi masyarakat dari
praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional. Sekolah yang
mempunyai mutu pendidikan baik ditentukan dari mutu guru dan mutu proses pembelajaran
di kelas. Dengan sertifikasi, mutu guru diharapkan akan meningkat sehingga
meningkatkan mutu sekolah. Pada akhirnya, masyarakat dapat menilai kualitas
sekolah berdasarkan mutu pendidikanya.
3.
Meningkatkan kesejahteraan
ekonomi guru. Hasil sertifikasi diantaranya dapat digunakan sebagai cara untuk
menentukan imbalan yang sesuai dengan prestasinya, yaitu berupa tunjangan
profesi. Cara ini dapat menghindarkan dari praktik ketidakadilan. Misalnya guru
berprestasi hanya mendapat imbalan kecil. Dengan demikian, kesejahteraan guru
dapat meningkat sesuai dengan prestasi yang diraihnya. Namun, satu hal yang
ditekankan adalah bahwa tunjangan profesi bukan munjadi tujuan utama
sertifikasi. Tunjangan profesi merupakan konsekuensi logis yang menyertai
kompetensi guru.
4.
Sertifikasi tidak bisa
diasumsikan mencerminkan kompetensi yang unggul sepanjang hayat. Pasca
sertifikasi seyogyanya merupakan tonggak awal bagi guru untuk selalu
meningkatkan kompetensi dengan cara belajar sepanjang hayat. Untuk
memfasilitasi peningkatan kompetensi guru, diperlukan manajemen pengembangan
kompetensi guru. Hal ini perlu dipikirkan oleh berbagai pihak yang
berkepentingan, karena peningkatan kompetensi guru merupakan indikator peningkatan
profesionalisme guru itu sendiri.
7. RSBN
/ RSBI
adalah
suatu program pendidikan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional
berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 3, yang menyatakan
bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya
satu pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan
pendidikan yang bertaraf internasional. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan sekolah yang berkualitas.
Peningkatan kualitas ini diharapkan akan mengurangi jumlah siswa yang
bersekolah di luar negeri.
Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) adalah Sekolah Standar Nasional (SSN)
yang menyiapkan peserta didik berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Indonesia dan bertaraf Internasional sehingga diharapkan lulusannya memiliki
kemampuan daya saing internasional.
Latar Belakang
Lahirnya RSBI
ERA
globalisasi menuntut kemampuan daya saing yang kuat antar negara dalam
teknologi, manajemen dan sumber daya manusia. Keunggulan teknologi akan
menurunkan biaya produksi, meningkatkan kandungan nilai tambah, memperluas
keragaman produk, dan meningkatkan mutu produk. Keunggulan manajemen
pengembangan SDM dapat mempengaruhi dan menentukan bagus tidaknya kinerja
bidang pendidikan. Dan keunggulan sumber daya manusia yang memiliki daya saing
tinggi pada tingkat internasional, akan menjadi daya tawar tersendiri dalam era
globalisasi ini.
Mengingat
fakta globalisasi yang menuntut persaingan ketat itu, pemerintah Indonesia
telah membuat rencana-rencana strategis untuk bisa turut bersaing. Salah
satunya adalah target strategis Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas),
bahwa pada tahun 2025 diharapkan mayoritas bangsa Indonesia merupakan insan
cerdas komprehensif dan kompetitif (insan kamil).
Visi
jangka panjang tersebut, kemudian ditempuh melalui Visi Kemdiknas periode 2010
s.d 2014, yaitu; Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan Nasional untuk
Membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif, dan dijabarkan dengan kelima
misi Kemdiknas yang biasa disebut “5 (lima) K”, yaitu: meningkatkan
ketersediaan layanan pendidikan; meningkatkan keterjangkauan layanan
pendidikan; meningkatkan kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan;
meningkatkan kesetaraan memperoleh layanan pendidikan; dan meningkatkan
kepastian/keterjaminan memperoleh layanan pendidikan.
Dalam
meningkatkan mutu pendidikan, sudah banyak program yang telah dibuat dan
dilaksanakan oleh Kemdiknas, salah satunya adalah Sekolah Bertaraf Internasional
(SBI). Program SBI ini berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Nasional, dan
dilaksanakan oleh keempat Direktoratnya, yaitu: Direktorat Pembinaan TK dan SD,
Direktorat Pembinaan SMP, Direktorat Pembinaan SMA, dan Direktorat Pembinaan
SMK.
Secara
definitif, SBI adalah sekolah yang sudah memenuhi dan melaksanakan standar
nasional pendidikan (SNP) yang meliputi; standar isi, standar proses, standar
kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana
dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian.
Kedelapan aspek SNP ini kemudian diperkaya, diperkuat, dikembangkan,
diperdalam, dan diperluas melalui adaptasi atau adopsi standar pendidikan dari
salah satu anggota organization for economic co-operation and development
(OECD) dan/atau negara maju lainnya, yang mempunyai keunggulan tertentu dalam
bidang pendidikan, serta diyakini telah mempunyai reputasi mutu yang diakui
secara internasional. Dengan demikian, diharapkan SBI mampu memberikan jaminan
bahwa baik dalam penyelenggaraan maupun hasil-hasil pendidikannya lebih tinggi
standarnya daripada SNP. Penjaminan ini dapat ditunjukkan kepada masyarakat
nasional maupun internasional melalui berbagai strategi yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Kedelapan
SNP di atas disebut Indikator Kinerja Kunci Minimal (IKKM). Sementara standar
pendidikan dari negara anggota OECD disebut sebagai unsur x atau Indikator
Kinerja Kunci Tambahan (IKKT), yang isinya merupakan pengayaan, pendalaman,
penguatan dan perluasan dari delapan unsur pendidikan tersebut.
Tujuan
Tujuan
Umum
Pengembangan program rintisan SMA bertaraf internasional bertujuan
meningkatkan mutu kinerja sekolah agar dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional
secara optimal dalam mengembangkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, dan memiliki daya saing
pada taraf internasional.
Tujuan
khusus
Meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dalam menyiapkan lulusan SMA
yang memiliki kompetensi seperti yang tercantum di dalam Standar Kompetensi
Lulusan yang memenuhi standar kompetensi lulusan berdaya saing pada taraf internasional
yang memiliki karakter seperti Meningkatnya keimanan dan ketaqwaan, serta berakhlak mulia, Meningkatnya kesehatan
jasmani dan rohani, Meningkatnya mutu lulusan dengan standar yang lebih tinggi daripada
standar kompetensi lulusan nasional.
Manfaat
Meningkatkan mutu kinerja
sekolah serta meningkatkan mutu
pelayanan pendidikan.
Langganan:
Postingan (Atom)